Alasan Gagasan Gus Dur tentang kerjasama dagang Israel mendapat penolakan

Gagasan Gus Dur  melakukan kerjasama dagang Israel mendapat penolakan, alasannya . . . .
            Sebagai Ketua PBNU selama 15 th, Gus Dur sering melakukan tindakan atau mengeluarkan gagasan yang kontroversial, bahkan cenderung mengejutkan kawan amupun lawan. Hal ini disebabkan Gus Dur sebenarnya adalah tokoh yang kosmopolitan. Sebagai putra seorang menteri agama, Gus Dur tumbuh dan berkembang di Jakarta, kemudian sekolah di Yogyakarta, yang kemudian diteruskan di Mesir dan Irak. Gus Dur sama sekali tidak canggung untuk bergaul dengan orang-orang Kristen/Katholik, bahkan dapat dikatakan mendapat tempat khusus di kalangan tersebut. Cara berpikirnya sangat mudah dicerna oleh golongan lain ketimbang warga NU dan umat Islam sendiri.
Untuk kesekian kalinya dan untuk pertama kalinya selaku presiden, Gus Dur membuat langkah kontroversial dengan adanya rencana pembukaan hubungan dagang Indonesia dengan Israel. Padahal Amien Rais sebagai orang yang memuluskan jalannya ke Bina Graha jelas menentang langkah tersebut. Tetapi seakan lupa dengan jasa Amien Rais, Gus Dur berjalan sendiri tidak menggubris teguran dari kertua MPR RI tersebut. Pembukaan hubungan dagang dengan Israel ini dimotori oleh koleg Gus Dur di PKB Alwi Shihab yang sekarang menjabat sebagai Menlu Indonesia. Dalam Republika 3 Nopember 1999 Alwi Shihab mengemukakan alasannya tentang rencan pembukaan hubungan dagang dengan Israel. "Melalui realisasi hubungan dagang dengan Israel, Indonesia bisa mengail dua keuntungan sekaligus, yaitu:
·         Investasi dari luar diharapkan akan mengalir ke Indonesia, karena Israel yang Yahudi punya lobi yang kuat di tingkat internasional
·         Indonesia bisa membuka jalan komunikasi dengan Israel demi kepentingan Palestina
            Rencana pembukaan hubungan dagang ini menimbulkan pro kontra di kalangan pakar, politikus dan umat Islam sendiri. Imam Addaruqutni dari Fraksi Reformasi dan Ahmad Sumargono dari FPBB menyangsikan bahwa hubungan dagang tidak memiliki implikasi bagi hubungan diplomatik. Israel jelas berharap Indonesia akan mengakui eksistensi negara tersebut, masih kata Imam. Kemudian Sumargono menambahkan pembukaan hubungan dagang dengan Israel ditolak, karena sampai sekarang Israel masih menjajah Palestina dan itu bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945. Berbeda dengan Dimyati Hartono (Fraksi PDIP), berpendapat bahwa hubungan dagang dengan Israel barangkali bisa membantu kita dari keterpurukan ekonomi. Kemudian Muhaimin Iskandar pengganti Khofifah Indar Parawansa dari FPKB berpendapat bahwa kontak dagang dengan Israel tak bisa dielakkan lagi. Sebelum Pemilu 1998, PDIP sebenarnya sudah gencar menyuarakan agar Indonesia membuka hubungan dagang dengan Israel. Kemudian Alwi Shihab dari FPKB juga menyuarakan hal yang sama. Dan kalau dicermati, PKB dan PDIP adalah dua partai yang bersahabat. Ditambah lagi jauh sebelum itu, Gus Dur sendiri (sebelum menjadi presiden) pernah mengunjungi Israel pada saat seluruh dunia Islam mengecam Israel yang mencaplok tanah Palestina. Selain itu, Gus Dur juga gencar menyarankan agar Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan israel.
Secara kronologis, usaha pendekatan itu adalah sebagai berikut (versi Riza Sihbudi) dimulai dari Juni 1993, sejumlah media massa memberitakan perihal adanya pertemuan antara Menlu Ali Alatas dan Simon Peres, dalam konferensi tentang HAM di Wina. Peres dikabarkan menanyakan kepada Alatas, kapan Indonesia membuka hubungan dengan Israel? Akan tetapi Alatas membantah. Kemudian pada Juli 1993, sebuah koran Israel (22 Juli 1993), memberitakan adanya sejumlah pengusaha Israel yang berkunjung ke Indonesia.guna menjalin kontak bisnis dengan Jakarta. Juga diberitakan, Duta besar Israel di Singapura, Daniel Megiddo telah mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Deplu RI guna menjajaki kemungkinan pembukaan hubungan diplomatik Jakarta-Tel Aviv. Selanjutnya setelah disepakati Deklarasi Prinsip- atau Perjanjian Oslo I- kembali menghangat. Edi Sudrajat dan Alatas mengatakan bahwa Indonesia akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara-negara Arab sudah mengambil keputusan itu. Pada tahap ini mulai ada reaksi keras dari masyarakat muslim Indonesia sebagaimana terlihat dari digelarnya apel anti Israel. Kehebohan terjadi lagi ketika muncul berita tentang kedatangan delegasi Israel yang diwakili oleh Dubes Megiddo dan Mordechai Ben Ari (Deputi Dirjend Dep. Pariwisata Israel) dalam Sidang Umum WTO pada bulan Oktober 1993. Reaksi keras muncul dari beberapa kalangan muslim. Kemudian 15 Oktober 1993, Rabin mendadak mengadakan ertemuan selama sekitar 1 jam dengan Suharto di Cendana. Reaksi keras terjadi lagi. Pada bulan Januari 1994, lima senator AS berkunjung ke Jakarta dan mendesak Indonesia agar mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Seminggu kemudian muncul berita adanya 2 perusahaan Israel (Alhit dan BVR) yang berminat membangun pangkalan AU di Indonesia. Tetapi berita ini dibantah oleh Edi Sudrajat. Pada bulan Pebruari 1994, Tel Aviv mengundang 4 wartawan Indonesia (Republika, Media Indonesia, Business Weekly, Ekskutif) untuk berkunjung ke Israel serta mengadakan "wawancara eksklusif" dengan Rabin. Dalam wawancara itu Rabin mengatakan harapannya agar hubungan dilomatik Jakarta  Tel Aviv supaya segera diwujudkan. Pada bulan Oktober 1994, Gus Dur (NU), Habib Chirzin (Muhammadiyah), Djohan Efendi (Depag) dan Bondan Gunawan berkunjung ke Israel guna menghadiri seminar perdamaian atas undangan Israel. Sepulang dari sana, Gus Dur langsung menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar segera menjalin hubungan dengan Israel. Menurut Gus Dur, pembukaan hubungan itu akan menguntungkan posisi Indonesia di dunia internasional. Pada bulan Nopember 1994, mantan Menlu AS Henry Kissinger ke Jakarta dalam rangka APEC dan juga tidak terlepas dari misi Israel. Kemudian Suharto dan Rabin, pada tanggal 22 Oktober 1995. Rabin dikabarkan hanya menjelaskan kepada Suharto soal perkembangan terakhir di Timur Tengah, khususnya setelah perjanjian Oslo II antara Arab dan Israel, 28 September 1995. Republika 27 Januari 2000 memberitakan bahwa Dubes Israel untuk Singapura David daniely telah menemui Matori Abdul Djalil pada tanggal 26 Januari 2000. Dan selanjutnya Daniely berencana menemui KH Hasyim Muzadi (Ketua umum PBNU) dan ahli ekonomi NU. Pertemuan itu tidak lain adalah untuk mengadakan pendekatan mengenai kemungkinan dibukanya hubungan dagang antara Israel dan Indonesia. Pada hari yang sama Daniely juga menemui ahli ekonomi IPB, Prof Bungaran Saragih. Namun Bungaran menyatakan bahwa pertemuannya itu bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan IPB.

Antusiasme Israel mendekati Indonesia berkaitan erat dengan 3 faktor:
            Yang pertama, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sangat berpengaruh terhadap kehidupan politik Israel, untuk membuka hubungan dengan dunia Islam. Jika Indonesia mau membuka hubungan dengan Israel, diharapkan negara Islam yang lain tergerak hatinyau untuk membuka hubungan juga dengan Israel. Jika Islam sudah membuka hubungan aa un dengan Israel, maka akan mudah bagi Israel untuk mencabik-cabik Islam dengan cara yang halus. Allah berfirman dalam QS 2:120, Orang Nasrani dan Yahudi tidak akan ridlo, sampai kalian mengikuti agama mereka-. Cara ini jelas menguntungkan dariada memerangi Islam dengan senjata fisik. Disaming tentara Islam sulit terkalahkan jika dengan senjata fisik, juga agar jangan samai ada kesan bahwa Israel adalah negara yang memusuhi Islam.
            Yang kedua, berkaitan dengan dengan posisi Indonesia sebagai ketua GNB (1991-1994). Dengan posisi ini diharapkan Indonesia bisa mempengaruhi negara anggota GNB yang lain untuk membuka hubungan dengan Israel.
            Yang ketiga, adalah faktor ekonomi. Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar, sangat menguntungkan jika dijadikan tempat pemasaran produk-produk Israel. Kemudian letak Indonesia yang strategis sangat menguntungkan bagi Israel, jika bisa menjalin hubungan yang erta dengan Indonesia. Kemudian besarnya harga yang harus dibayar untuk meredam intifadah, membuat Israel harus memerjuangkan hal ini. Di sisi lain kesulitan ekonomi yang melanda AS membuat Israel tidak meungkin terus menerus mengandalkan bantuan ekonomi dari sekutu utamanya itu (yang selama ini memberikan bantuan sedikitnya 10 milyar dolar per tahun).
            Pembahasan perdagangan luar negeri berbeda dengan perdagangan dalam negeri. Perdagangan dalam negeri adalah aktivitas jual beli antar individu umat yang sama, atau bisa juga dengan umat selain Islam. Aktivitas tersebut tidak membutuhkan campur tangan negara. Bahkan pengarahan secara langsung pun tidak dibutuhkan. Hanya saja, aktivitas tersebut tetap membutuhkan pengarahan secara umum, agar bisa memaksa individu untuk terikat dengan hukum syara dalam jual belinya. Jadi kalau umat Islam Indonesia mengadakan aktivitas jual beli dengan umat non Islam di dalam wilayah negara Indonesia, tidak jadi masalah. Termasuk dengan orang Israel yang ada di Indonesia. Karena aktivitasnya sekali lagi adalah aktivitas individu.
            Adapun perdagangan luar negeri adalah aktivitas jual beli yang berlangsung antar bangsa dan umat, bukan antar individu dari satu negara. Baik, perdagangan antara dua negara maupun antara dua individu, yang masing-masing berasal dari negara yang berbeda untuk membeli komoditi yang akan ditransfer ke negerinya, dimana negara semuanya tadi termasuk dalam masalah mengendalikan hubungan negara saetu dengan negara lain. Oleh karena itu negara akan campur tangan untuk mencegah terhadap pelaku bisnis Kafir Harbi dan Mu-ahid.

Sedangkan tentang komoditi yang diperdagangkan, maka tidak seorang pun baik muslim atau kafir dzimmi boleh membawa dan mengeluarkan barang-barang tersebut dari negeri Islam. Apabila barang tersebut dikeluarkan untuk membantu warga negara darul kufur dalam berperang melawan kaum muslimin. Namun, bila barang-barang tersebut dikeluarkan bukan untuk membantu mereka dalam melawan kaum muslimin maka kondisi semacam ini hukumnya mubah. Berdasarkan QS 5:2, Dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam perkara dosa. Oleh karena itu, bila jenis komoditi yang dikirim kepada mereka selain barang-barang strategis, semisal pakaian, perkakas dsb maka hukumnya mubah. Sebab, Rasulullah pernah memerintahkan kepada Tsumamah untuk mengirim makanan kepada penduduk Mekah, padahal mereka adalah musuh beliau. Disamping karena tidak ada unsur memperkuat dan membantu musuh. Dengan demikian, para pelaku bisnis muslim dan ahli dzimmi diperbolehkan mengirim makanan, dan perabot ke luar negeri untuk diperdagangkan. Hanya saka, barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat karena jumlahnya terbatas, tetap tidak diperbolehkan. Ini berkaitan dengan perdagangan dengan darul kufur yang secara dejure memerangi Islam (kafir harbi hukman). Adapun bila negara tersebut adalahj darul kufur yang secara de facto memerangi (kafir harbi filan) sperti Israel, maka melakukan hubungan perdagangan dengan mereka hukumnya haram, baik perdagangan senjata, makanan, dsb.

http://www.angelfire.com/de/assalam/assalam079.html
http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Gus-Dur-Erdogan-dan-Israel/

http://www.angelfire.com/md/alihsas/israel.html

0 komentar:

Posting Komentar